Sebuah Perjalanan Mengusung Asa, SALUT Kartini Rembang Membuka Jendela Ilmu bagi Mahasiswa


Kisah SALUT Kartini Rembang, Menghadirkan Pendidikan Tinggi Terjangkau dan Fleksibel. (Novi Oktaviani)
REMBANG, utrembang.com – Dari sebuah nama yang terpaut dalam sejarah bangsa, sebuah pusat ilmu berdiri dengan bangga. Di Rembang, tempat di mana Kartini menutup usia, tumbuhlah lentera ilmu yang mengusung asa.
SALUT Kartini Rembang berdiri dengan jiwa, membuka pintu bagi mimpi mahasiswa. Memberi harapan belajar yang tak lekang oleh waktu dan usia, bahwa pendidikan adalah hak semua manusia.
Berawal dari keprihatinan akan rendahnya angka masyarakat Rembang yang melanjutkan kuliah, Ahmad Sholchan – penggagas di balik berdirinya SALUT Kartini Rembang, tergerak untuk menghadirkan pendidikan tinggi yang terjangkau dan fleksibel bagi masyarakat.
“Banyak masyarakat yang ingin melanjutkan ke jenjang perkuliahan, tapi terkendala oleh biaya dan sulit jika harus ke luar kota. Apalagi, jika kuliah di luar kota jarang bisa sambil bekerja,” tuturnya.
Dari niat membantu itulah, perjalanan panjang menuju berdirinya sebuah SALUT dimulai.
Awalnya, hanya ada kelompok belajar (Pokjar) non-pendas Rembang pada tahun 2011.2.
Saat itu, program studi yang dibuka baru D2 Ilmu Perpustakaan, dengan mahasiswa angkatan pertama hanya 14 orang. Karena jumlah mahasiswa belum memenuhi ketentuan, pelaksanaan tutorial tatap muka ditunda ke semester berikutnya. Meski sedikit, semangatnya tak pernah padam.
Pada tahun 2012.1, jumlah mahasiswa bertambah menjadi 105, sehingga cukup untuk membuka tiga kelas tatap muka.
Perkembangan terus berlanjut, hingga pada tahun 2017, sesuai dengan aturan Universitas Terbuka (UT), kelompok belajar harus membuat perjanjian kerjasama dengan Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ).
Sejak saat itu, lahirlah Pokjar Kartini dan Pokjar Dampo Awang, dua nama yang mengandung sejarah dan makna.
Sholchan memilih nama “Kartini” dan “Dampo Awang” untuk mengabadikan nama tokoh yang melegenda di Rembang dan agar mudah diingat pula oleh masyarakat Rembang. Nama “Kartini” dipilih bukan hanya sekedar popular, melainkan juga untuk menginspirasi.
“Kami berharap dengan nama Pokjar Kartini bisa mengilhami dan menginspirasi masyarakat Kabupaten Rembang, bagaimana seorang Kartini memperjuangkan pendidikan pada zaman itu,” ujar Sholchan.
Sementara “Dampo Awang”, seorang tokoh legendaris dalam cerita rakyat Rembang, dihadirkan sebagai simbol semangat dan inspirasi perjuangan di masa lampau.
Selama perjalanannya, tantangan yang dihadapi bukan terletak pada fasilitas, melainkan cara pandang masyarakat.
Sebagian orang masih mengaggap kuliah adalah kebutuhan tersier, bahkan hanya untuk orang kaya atau yang mampu saja. Sebagian masyarakat juga masih memandang rendah UT. Perlu usaha untuk menyatukan dan meyakinkan masyarakat akan hal tersebut.
“Kami berusaha mengharmonisasi dua pandangan masyarakat yang cenderung berbeda menjadi satu tujuan supaya bisa membangun pendidikan di Kabupaten Rembang, khususnya di jenjang perguruan tinggi dengan kuliah di Universitas Terbuka,” jelas Sholchan.
Perjuangan tersebut membuahkan hasil. Pada 25 Maret 2021, dengan berbagai persyaratan tertentu, pokjar Kartini mengajukan usulan pendirian SALUT dengan nama SALUT Kartini. Pada saat itu pula penandatanganan perjanjian kerjasama antara UPBJJ UT SEMARANG dan SALUT Kartini Rembang dilakukan.
SALUT Kartini Rembang resmi berdiri dan pada 19 Desember 2021 diresmikan oleh Wakil Rektor III Universitas Terbuka dan Direktur UPBJJ UT Semarang bersama dengan Bupati Rembang.
Dari yang awalnya hanya menempati ruko dengan ukuran 3×10 meter dengan 10 komputer dan satu admin, kini SALUT Kartini memiliki gedung megah dengan dua lantai berukuran 11×22 meter, 65 komputer, alat musik lengkap, dan berbagai fasilitas penunjang pembelajaran lainnya.
Peran SALUT Kartini Rembang kini kian nyata. Jumlah mahasiswa telah menembus ribuan, dan terus bertambah setiap periode. Fasilitas kampus juga terus ditambah tiap semesternya demi kenyamanan belajar mahasiswanya.
“Kami ingin semua urusan akademik mahasiswa selesai di Rembang. Pelayanan prima menuju wisuda dan kenyamanan mahasiswa adala komitmen kami,” kata Sholchan.
Dari ruko sempit hingga gedung megah, perjalanan SALUT Kartini Rembang merupakan bukti bahwa mimpi tak pernah mengenal batas ruang dan waktu.
Perjalanannya mengajarkan bahwa tekad mampu menumbuhkan harapan. Seiring waktu, SALUT Kartini Rembang membuktikan bahwa jarak tak lagi menghalangi, dan mimpi tak lagi dibatasi ruang.
Video pilihan: Kuliah di Kampus Negeri yang Tidak Jauh dari Rumah? – Universitas Terbuka Solusinya